Gas Emisi Kendaraan Bermotor Di Kota
Pontianak tahun 2015
Salah
satu faktor yang dapat menyebabkan turunnya kualitas udara adalah penggunaan
bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM) untuk sektor transportasi.
Menurut Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), tahun 2010 volume BBM
bersubisidi ditetapkan sebesar 36.504.775 kilo liter. Jika konsumsi tidak
dikendalikan maka pembengkakan jumlah BBM dapat mencapai 40.100.000 kilo liter.
Pada tahun 2009, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 36.854.448 kilo liter, namun
kenyataannya penggunaan BBM mencapai angka 37.837.661 kilo liter (Astriana dan
Windi, 2011).
Pembakaran
bahan bakar fosil yang terjadi pada kendaraan bermotor dapat menghasilkan
produk akhir berupa polutan, yang dapat berbentuk gas dan partikel. Gas buang
yang dihasilkan dapat terdiri dari senyawa berbahaya yang dapat menjadi ancaman
bagi lingkungan juga bagi kesehatan manusia, salah satu gas berbahaya tersebut
adalah CO (karbon monoksida),HC (hidro karbon), dan CO2 (karbon
dioksida). Menurut Tarigan (2009), gas
CO (karbon monoksida) merupakan gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu -192 oC. HC (hidro
karbon) adalah gas yang dapat menyebabkan iritasi mata, batuk dan juga
berpotensi terhadap perubahan kode genetik (Masami dan Magda, 2002).
Berdasarkan kegiatan evaluasi kualitas udara
perkotaan yang telah dilakukan Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Kalimantan Barat mengenai monitoring gas emisi kendaraan berbahan bakar minyak
di Kota Pontianak, diketahui jenis kendaraan bermotor yang banyak digunakan
oleh masyarakat Kalimantan barat adalah kendaraan berbahan bakar bensin dan
solar (Tabel 5.1.). Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah total kendaraan
yang diuji sebanyak 1790 unit kendaraan bermotor, yang terdiri dari 1390 unit
kendaraan berbahan bakar bensin dan 400 unit kendaraan berbahan bakar solar.